Rupiah Anjlok, Harga BBM Apakah Turun? Ini Kata Pertamina

Tintapedia.com – Nilai tukar rupiah (kurs) terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian ambyar. Sampai Minggu pagi ini (16/10/2022), rupiah sudah melemah hingga Rp 15.472 per dolar AS.
Melemahnya kurs rupiah ini tentu bisa berdampak pada harga jual Liquefied Petroleum Gas (LPG) dan Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri.

Pasalnya, penentuan harga jual kedua komoditas berbasis minyak ini juga ditentukan oleh faktor harga minyak mentah dan juga kurs. Ditambah lagi, Indonesia merupakan net importir minyak, sehingga mau tak mau harus membeli BBM maupun LPG dari luar negeri yang tentunya membutuhkan dolar AS.

Lantas, apakah PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha penyedia produk minyak tersebut akan mengubah harga jual BBM dan LPG dalam waktu dekat?

dilansir dari CNBC Indonesia, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan bahwa Pertamina saat ini masih memantau pergerakan harga minyak mentah dan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS. “Kita masih monitor pergerakan harga minyak mentah dan kurs,” kata Irto kepada Media , dikutip Kamis (12/10/2022).

Dengan begitu, perusahaan belum dapat memastikan, apakah pada bulan November mendatang bakal melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi dan LPG non subsidi. Mengingat, beberapa komponen untuk menghitung biaya produksi BBM dan LPG tersebut masih bergerak fluktuatif. “Belum bisa kita pastikan, karena harganya minyak mentah, MOPS dan kursnya juga masih fluktuatif,” kata dia.
Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Indonesia mengimpor minyak mentah sekitar 350 ribu barel per hari (bph).

Sementara untuk impor BBM, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mencapai lebih dari 20 juta kilo liter (kl). Pada 2021, impor BBM RI sebesar 22,09 juta kl, naik dari 20,87 juta kl pada 2020. Sementara pada 2019 sebelum pandemi impor BBM tercatat mencapai 24,72 juta kl.

Sementara untuk LPG, Kementerian ESDM mencatat impor LPG mencapai 76,9% dari kebutuhan LPG di dalam negeri atau tepatnya impor LPG mencapai 8 juta ton dari produksi LPG mencapai 1,9 juta ton.

Komoditas-komoditas yang menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia itu dibeli dengan menggunakan dolar AS. “Jadi, sangat berpengaruh lantaran penetapan harga BBM dan LPG salah satunya adalah kurs rupiah terhadap dolar AS,” ungkap Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi.

Fahmy menyatakan, pelemahan rupiah dolar AS akan menyebabkan harga BBM dan LPG di dalam negeri bisa menjadi semakin mahal. Dalam kondisi ini, jika tidak menaikkan harga BBM dan LPG itu, maka subsidi energi akan kembali membengkak. “Jika harga tidak naik dalam kondisi tersebut, maka subsidi energi kembali membengkak,” Jelas Fahmy.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar