Pemerintah Akan Tertibkan SHM Di Pesisir, PPR : Kami Bersedia Mengikuti Aturan

Tintapedia.com – Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah pesisir yang dikantongi sejumlah pengusaha tambak, akan segera dicabut atau digugurkan. Hal itu menyusul upaya pemerintah daerah hari ini yang hendak menertibkan kawasan sempadan pantai, khususnya di kawasan pesisir Puger, Pesisir Kepanjen Gumukmas, yang telah dipenuhi aktifitas tambak ilegal.

Tim Penertiban Sempadan Pantai Pemkab Jember bersama DPRD dan BPN Jember, sempat menyusuri Sempadan Pantai atau pesisir yang berada di sekitar Kepanjen dan Puger. Lalu bertemu dengan sekitar 17 perwakilan pengusaha tambak yang tergabung di Perhimpunan Pertambakan Rakyat (PPR) di salah satu areal tambak di Desa Kepanjen, kamis (8/12/2022).

Di forum itu, para pengusaha diminta agar mereka mengikuti segala ketentuan yang hari ini tengah digagas pemerintah daerah, jika masih menghendaki mendirikan usaha di pesisir. Mengingat usaha tambak yang berjalan selama ini tak memiliki payung hukum.

“Ini bagian dari proses inventarisasi, karena kita ingin menata agar aset negara itu tidak ada klaim-klaim sepihak dan kebermanfaatannya bisa merata,” kata Indra Tri Purnomo, sekretaris Tim Penertiban Pemkab Jember saat diwawancarai Tintapedia.com, Jumat (09/12/2022).

Penertiban itu juga akan menganulir status SHM yang sudah dikantongi oleh sejumlah pengusaha tambak di beberapa titik. Karena ditengarai, status kepemilikan atau SHM itu ada kecacatan prosedur. “Itu (SHM) bisa saja dicabut lagi, kalau dasarnya tidak bener, Pemkab bisa menuntut itu. Nanti biar dibantu diurusi BPN,” imbuh Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jember ini.

Kepala BPN Jember Akhyar Tarfi mengakui, selama ini telah terbit beberapa hak-hak atas tanah. Termasuk diantaranya berupa sertifikat hak milik atau (SHM), dan beberapa jenis surat lainnya. BPN merasa hal itu perlu ditinjau kembali, mengingat status tanah negara harusnya tetap melekat dan tidak berpindah menjadi kepemilikan perorangan. “SHM itu nanti akan kita tinjau kembali,” katanya.

Harusnya, kata dia, jenis surat tanah yang diberikan, ketika tanah negara dipergunakan sebagai usaha, bukanlah SHM. Namun berupa surat hak guna usaha (HGU) atau hak guna pakai, atau hak guna bangunan (HGB).

“Hak milik yang sudah dikeluarkan BPN, harus kita rubah sesuai dengan jenis pemanfaatan tanahnya, jadi disesuaikan,” Ungkapnya.

Sementara itu, beberapa perwakilan PPR mengaku sudah tidak sabar ingin usaha mereka dilegalkan pemerintah. Mereka merasa memiliki hak untuk menjalankan usaha di lokasi tersebut, tanpa harus ada gesekan-gesekan dengan masyarakat atau menabrak aturan.

“Harapan kami memang ada semacam legalitas, bisa berupa HPL atau semacamnya, kami mau mengikuti apa yang dianjurkan pemerintah sehingga kami bisa berinvestasi dengan nyaman,” kata Yuli Widagdo, pengusaha Tambak Baja, salah satu pembina PPR. (Gusti)

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar